KAREBAKALTIM.com, Samarinda – Proyek strategis pembangunan Terowongan Selili kembali menjadi pusat perhatian setelah munculnya dugaan longsor susulan di area inlet. Peristiwa ini terungkap lewat beredarnya foto dan video di media sosial yang menunjukkan kerusakan terbaru di lereng, memicu kekhawatiran akan keselamatan proyek yang sudah digarap sejak akhir 2022.
Fenomena ini menambah daftar persoalan teknis yang sebelumnya telah mencuat, terutama sejak longsor besar yang terjadi pada awal tahun 2025. Komisi III DPRD Samarinda pun merespons cepat dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi proyek pada Senin, 14 Juli 2025, guna mengevaluasi perkembangan penanganan dan menyerap langsung informasi dari lapangan.
Kepala Dinas PUPR Kota Samarinda, Desi Damayanti, menyampaikan bahwa sidak kali ini fokus pada peninjauan kondisi terakhir area yang terdampak longsor, serta pemaparan rencana tindak lanjut oleh pemerintah.
“Komisi III ingin tahu langsung perkembangan terakhir dan apa saja langkah yang sudah kami siapkan untuk mencegah kejadian serupa. Pemerintah terbuka dalam menyampaikan semua informasi teknis maupun administrasi proyek,” terang Desi.
Dijelaskan pula bahwa salah satu solusi teknis yang dirancang ialah memperpanjang terowongan di sisi inlet, guna mengurangi kemiringan lereng yang selama ini dinilai terlalu curam dan rawan longsor. Kajian ini telah memperoleh masukan dari pemerintah pusat serta pakar geoteknik.
“Rencana ini bukan hanya soal struktur dan fungsionalitas, tapi juga kami siapkan aspek estetika kawasan. Sebab area sekitar proyek sempat mengalami pemotongan konstruksi yang mengganggu tata kota,” tambahnya.
Untuk mengimplementasikan desain ulang tersebut, Pemkot mengajukan anggaran tambahan sebesar Rp39 miliar yang kini menunggu proses pengesahan dalam perubahan APBD. Dana ini direncanakan digunakan untuk pekerjaan teknis lanjutan dan penataan visual lingkungan sekitar terowongan.
Namun, pengajuan ini menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat dan legislatif. Kritik muncul karena proyek yang sudah berjalan hampir tiga tahun ini kembali membutuhkan biaya besar, sementara hasilnya belum sepenuhnya terlihat.
Tak hanya persoalan teknis dan pembiayaan, dampak sosial proyek juga menjadi perhatian. Dinas PUPR mengungkapkan bahwa selain rumah warga yang sebelumnya sudah dibebaskan, kini ada empat rumah tambahan di sekitar lereng Jalan Alimuddin yang dinyatakan harus ikut dibebaskan akibat perluasan zona pergerakan tanah.
“Empat rumah tersebut memang sudah tidak dihuni, tapi proses pembebasan masih menunggu penilaian, terutama terkait nilai tanah yang memerlukan pengkajian hukum lebih dalam,” ujar Desi.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar mengingatkan pentingnya perencanaan yang matang sejak awal.
“Kami tidak ingin proyek besar ini justru menjadi beban berkepanjangan bagi APBD. Harus ada transparansi penuh dalam setiap tahapan dan penggunaan anggaran,” tegasnya.
Kondisi ini turut menambah kompleksitas proyek Terowongan Selili. Dengan tambahan anggaran yang diajukan, total nilai investasi proyek pun diprediksi akan terus meningkat.
“Pengawasan akan diperketat agar proyek ini tidak kembali tergelincir akibat perencanaan yang lemah. Harapannya penyelesaian Terowongan Selili bisa menjadi solusi nyata atas persoalan lalu lintas tanpa menyisakan beban baru bagi masyarakat dan pemerintah,” pungkasnya. (Bey)




