KAREBAKALTIM.com, Samarinda – Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kalimantan Timur (Kaltim) mendesak Gubernur Kaltim untuk membuka dokumen terkait penghapusan utang PT Kaltim Prima Coal (KPC) kepada Pemerintah Provinsi Kaltim sebesar Rp 280 miliar. Penghapusan utang tersebut tertuang dalam SK Gubernur Nomor 900/K.800/2015 tertanggal 23 Desember 2015.
Dalam rilis resminya, PMII Kaltim menyoroti sejarah kepemilikan saham PT KPC yang sempat dimiliki oleh perusahaan asing, lalu berpindah ke PT Bumi Resources Tbk pada 2003. Setelah akuisisi, saham KPC juga dibagikan kepada sejumlah pihak termasuk Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
PMII menilai, meskipun Pemerintah Provinsi Kaltim sempat memiliki hak atas 51 persen saham KPC untuk jangka waktu 10 tahun, namun kewajiban-kewajiban yang seharusnya diselesaikan KPC kepada daerah tidak dipenuhi secara maksimal. Salah satunya adalah dana utang yang kemudian dihapus melalui SK Gubernur.
“Kami mempertanyakan dasar hukum dan urgensi penghapusan utang sebesar Rp 280 miliar tersebut. Uang ini seharusnya masuk ke kas daerah dan bisa dimanfaatkan untuk pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal,” bunyi pernyataan dalam rilis resmi PMII Kaltim dalam aksi sore ini, Kamis (10/7/2025).
Menurut PMII, dalam laporan keuangan Bumi Resources tahun 2015 disebutkan adanya penghapusan utang PT KPC sebesar Rp 280 miliar yang dicatat sebagai pengurangan kewajiban perusahaan terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Mereka menyebut hal ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.
Adapun Tiga Tuntutan PMII Kaltim, yaitu:
1. Mendesak Gubernur Kaltim membuka dokumen terkait penghapusan utang PT KPC sebesar Rp 280 miliar yang tercantum dalam SK Gubernur No. 900/K.800/2015, yang dinilai merugikan keuangan daerah.
2. Mendesak pencabutan SK Gubernur tersebut dan meminta dilakukan audit menyeluruh terhadap utang-piutang antara Pemprov Kaltim dan PT KPC/Bumi Resources.
3. Mendorong Pemprov Kaltim untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan fasilitas umum, khususnya yang masih menjadi bagian dari wilayah operasi perusahaan tambang dan belum dikembalikan ke pemerintah daerah (seperti di Berau, Kutai Barat, Kutai Timur, dan Kutai Kartanegara).
Diakhir pernyataan, PMII menegaskan akan terus mengawal isu ini di tingkat legislatif. Mereka meminta DPRD Kaltim turut aktif melakukan pengawasan terhadap kinerja gubernur dan memastikan tidak ada kebijakan yang merugikan kepentingan publik.
“Kalau dana sebesar itu dihapus begitu saja, sementara daerah-daerah masih butuh infrastruktur dasar, ini bentuk ketidakadilan yang tidak bisa kami diamkan,” tegas PMII. (Bey)




