Kutai Kartanegara, KAREBAKALTIM.COM – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara (Disdikbud Kukar), Tauhid Afrilian Noor, mengungkapkan bahwa pihaknya telah kembali mendaftarkan lima Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudrisetek) agar mendapatkan sertifikasi WBTB.
Tauhid menjelaskan, lima WBTB yang didaftarkan tersebut di antaranya bidang kuliner, tarian, maupun kebudyaaan lainnya yang memang memiliki sejarah dan nilai budaya.
“Apa saja boleh didaftarkan menjadi WBTB, baik itu budaya, kuliner, yang menjadi adat budaya kita di Kutai. Tapi syaratnya harus ditulis sejarahnya,” kata Tauhid, Sabtu (2/12/2023).
Menurut Thauhid, pendaftaran ini merupakan kelanjutan dari tiga WBTB yang sudah mendapatkan sertifikat WBTB Indonesia 2023.
Adapun tiga WBTB yang sudah bersertifikat tersebut yakni kesenian Kuda Gepang Muara Muntai, alat musik tradisional Jatung Utang Suku Dayak Kenyah, dan upacara adat Mecaq Undat Suku Dayak Kenyah.
Selain itu, kata Thauhid, Kukar juga memiliki 12 WBTB yang sudah bersertifikat sebelumnya, antara lain Tasmiah, Naik Ayun, Erau, dan Gasing Kutai.
“Seperti gasing seluruh Indonesia kan ada, tapi ada ciri khas gasing Kutai terbuat dari kayu banggeris. Kayu ini hanya tumbuh di Kalimantan Timur dan tidak ada di daerah lain,” ujarnya.
Thauhid menuturkan, tujuan dari sertifikat WBTB tersebut agar kekayaan budaya daerah yang menjadi hak-hak masyarakat dapat terlindungi dan dilestarikan.
“Semoga WBTB yang didaftarkan ke Kemendibudristek tersebut mendapatkan sertifikasi kembali,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid, menyebut, penetapan WBTB tidak boleh berhenti hanya sampai penyerahan sertifikat.
Namun, yang paling penting adalah tindak lanjut atau rencana aksi ke depan sebagai bentuk tanggung jawab dalam upaya memajukan kebudayaan bangsa yang dapat memberi manfaat untuk masyarakat luas.
“Warisan budaya yang telah ditetapkan harus dilestarikan melalui kegiatan-kegiatan nyata, seperti festival, seminar, sarasehan, workshop atau bahkan dapat masuk ke dalam kurikulum pendidikan yang membangkitkan semangat pelestarian,” ujar Hilmar. (ADV/DISDIKBUDKUKAR)