KAREBAKALTIM.com, Samarinda – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Samarinda gencar melakukan skrining masif untuk mendeteksi penderita Tuberkulosis (TB) sejak dini.
Upaya ini membuat jumlah kasus yang terdata terlihat meningkat, namun menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Samarinda, Nata Siswanto, hal itu bukan tanda melonjaknya penularan.
“Saya tidak bisa bilang ada peningkatan kasus atau tidak. Tapi karena kita beberapa tahun terakhir melakukan skrining yang lebih masif, otomatis kasus yang ditemukan lebih banyak,” jelas Nata, Rabu (29/10/2025).
Ia menjelaskan, prinsip pengendalian TB adalah menemukan penderita sedini mungkin agar bisa segera diobati.
“Kalau kita tidak melakukan skrining, memang seolah kasus menurun, tapi sebenarnya kita tidak tahu siapa yang sakit. Kalau sudah ditemukan, baru bisa diobati,” tegasnya.
Dinkes Samarinda melibatkan seluruh puskesmas di Kota Tepian dalam program deteksi TB, bahkan bekerja sama dengan sejumlah klinik swasta.
“Puskesmas memang di bawah Dinkes, tapi beberapa klinik swasta juga sudah kami ajak berpartisipasi untuk pemeriksaan TB,” ujarnya.
Nata menambahkan, pengobatan TB di Samarinda sepenuhnya gratis karena obatnya disediakan pemerintah. Namun ia menyoroti tantangan besar dari sisi kepatuhan pasien.
“Pengobatan TB butuh waktu enam bulan. Banyak yang berhenti di tengah jalan karena jenuh. Padahal kalau rutin, TB bisa sembuh 100 persen,” katanya.
Ia mengingatkan masyarakat yang merasa sehat tetapi memiliki riwayat kontak dengan penderita TB agar segera memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit.
“Kalau di rumah ada anggota keluarga dengan TB, sebaiknya yang lain juga ikut diperiksa. Karena semakin cepat diketahui, semakin cepat pula bisa diobati,” tutupnya. (Bey)




