KAREBAKALTIM.COM, Samarinda – Gubernur Kalimantan Timur H Rudy Mas’ud atau yang akrab disapa Harum kembali menegaskan pentingnya keadilan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pengelolaan dana transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Kaltim Muhammad Syaibani, Rabu (16/4/2025) pagi, di Ruang Rapat Gubernur Kaltim.
Didampingi sejumlah pejabat terkait seperti Kepala BPKAD Kaltim H Ahmad Muzakkir dan Kepala KPPN Samarinda Hariyanto, Gubernur Harum menyampaikan apresiasinya terhadap kinerja DJPb dalam menyalurkan dan mempertanggungjawabkan dana APBN di wilayah Kaltim.
Namun demikian, ia menyoroti masih timpangnya porsi dana yang kembali ke daerah dibandingkan kontribusi Kalimantan Timur terhadap keuangan negara.
“Kita transfer Rp700 triliun, tapi hanya dapat Rp100 triliun. Itu pun sebagian besar masuk ke kementerian dan lembaga, bukan langsung ke daerah,” ujar Gubernur Harum.
Menurut Harum, kebijakan tersebut tidak sebanding dengan beban kerusakan lingkungan dan dampak sosial akibat eksploitasi sumber daya alam di Benua Etam.
Ia bahkan mengusulkan agar mekanisme alokasi dana dibalik, “Seharusnya duit masuk ke daerah dulu, baru dibagi ke pusat,” tegasnya.
Ia menambahkan, dari total dana transfer daerah nasional yang mencapai Rp3.600 triliun, hanya sekitar Rp900 triliun yang masuk ke pemerintah daerah.
Sisanya, Rp2.500 triliun dikelola kementerian dan lembaga pusat. Situasi ini, menurutnya, membuat daerah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari infrastruktur hingga pelayanan dasar.
“Banyak jalan di pelosok yang rusak parah, desa-desa di Kutai Barat, Mahakam Ulu, hingga Penajam Paser Utara masih terisolasi. Rasio elektrifikasi memang dibilang 99 persen, tapi kenyataannya ratusan desa kita masih gelap,” beber Harum.
Tak hanya soal infrastruktur, Gubernur juga mengangkat masalah rendahnya capaian pendidikan tinggi.
“Baru 12 persen anak-anak kita yang mengenyam pendidikan tinggi,” sebutnya prihatin.
Tak hanya itu, ia juga melayangkan kritikan tajam terhadap sentralisasi kebijakan yang menurutnya menghambat kemandirian daerah.
“Kita diminta mandiri, tapi kewenangannya ditarik ke pusat. Ini akar masalahnya,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Kanwil DJPb Kaltim Muhammad Syaibani memaparkan bahwa dana transfer ke Kaltim pada 2024 mencapai Rp93,54 triliun.
Nilai tersebut terbagi antara kementerian/lembaga sebesar Rp51,61 triliun dan pemerintah daerah Rp42,24 triliun. Namun pada tahun 2025, angkanya mengalami penurunan menjadi Rp55,41 triliun.
Menurutnya, fluktuasi dana ini erat kaitannya dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan kondisi harga komoditas batu bara.
“Tahun 2020 hanya Rp32,26 triliun. Angkanya naik signifikan di 2023 menjadi Rp87,40 triliun, namun tahun ini turun lagi,” jelas Syaibani.
Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk menyuarakan kebutuhan daerah akan keadilan dan pembagian kewenangan yang proporsional dalam mendukung pembangunan yang merata serta berkelanjutan.(Bey)