KAREBAKALTIM.com – Fraksi Gerindra-Berkarya mempertanyakan lima poin terkait penyusunan APBD Perubahan, Sabtu (3/8/2024). Ketua fraksi Sutarmin menuturkan apa yang menjadi dasar kebijakan akuntansi pemerintah daerah sejauh ini. Kemudian mengapa angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Belum lagi IPM di Bontang juga masih tergolong rendah.
“Apakah IPM itu juga menilai soal kualitas pendidikan dan kesehatan. Serta sejauh mana terobosan dan inovasi yang dilakukan pemerintagh,” terangnya.
Menurutnya perencanan menjadi bagian dari penetuan capaian Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah setiap tahun, apakah APBD bisa berjalan sesuai dengan fungsinya atau tidak. Namun perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini disusun bukan berdasarkan kajian yang matang dan selalu berorentasi pada hasil kuantitas.
“Bukan dampak yang berkualitas untuk mencapai kemanfaatan. Hal ini terkonfirmasi dengan terjadinya pergeseran anggaran, program dan kegiatan pada beberapa OPD yang begitu masif,” sebutnya.
Sehingga berdampak pada serapan anggaran yang begitu rendah berpotensi peningkatan Silpa di akhir tahun anggaran. Selain itu, bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah bagian yang terpenting dalam aspek pertumbuhan ekonomi. Sehingga pengeloaan keuangan wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan serta kemanfaatan sosial.
“Pengelolaan keuangan yang dilaksanakan oleh Pemkot Bontang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir masih sangat jauh dari peningkatan pertumbuhan ekonomian daerah untuk mencapai kemandirian fiskal,” tuturnya.
Hal ini di dipengaruhi oleh faktor kurang memahami tentang kebijakan fiskal yang diambil baik kebijakan fiskal jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Kemudian belum sepenuhnya menerapkan kebijakan akuntasi pemerintah daerah yang menjadi urat nadi dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
“Akibat dari dua poin tersebut diatas, terjadi apa yang disebut dalam teori ekonomi yakni Ekonomi Flight dimana duit yang dimiliki kota Bontang justru masif berputar diluar daerah kota Bontang,” ungkapnya.
Hal ini terkonfirmasi dengan perekonomian kota Bontang menjadi perekonomian semu yang sulit keluar dari daerah yang berpenghasilan menengah. Menuju daerah berpenghasilan tinggi. Pun sumbangasih besar dalam APBD setiap tahunya adalah Danah Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan.
“Bukan dari pendapatan asli daerah. Sehingga berdampak pada rendahnya Human Capital Index, tingginya angka pengangguran, tingginya angka kemikinan, dan rendahnya IPM daerah,” tandasnya.
Penulis : Aji