KAREBAKALTIM.com – Pengembangan wisata Bahari di Bontang mengalami kendala serius. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi B DPRD Bontang Rustam. Menurutnya sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan pengelolaan wilayah laut dari 0 hingga 12 mil sebelumnya dipegang pemerintah kota kini dialihkan sepenuhnya ke pemerintah provinsi.
Hal ini membuat pemerintah Kota Bontang kehilangan kontrol atas pengelolaan sumber daya laut yang berpotensi besar untuk sektor pariwisata. “Pengelolaan sumber daya laut Bontang terhambat akibat pembagian kewenangan ini,” ujar Rustam.
Regulasi tersebut juga berdampak pada perubahan nomenklatur Dinas Perikanan dan Kelautan Bontang yang kini hanya menjadi Dinas Perikanan, sehingga fungsi kelautan di tingkat kota semakin tergerus. Dampaknya, alokasi anggaran untuk pengembangan wisata bahari menjadi terbatas dan pengawasan wilayah laut tidak optimal.
Beberapa destinasi wisata bahari Bontang, seperti Kampung Wisata Malahing di Kelurahan Tanjung Laut Indah, turut terdampak oleh perubahan kebijakan ini. Meski Malahing berhasil masuk dalam 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, pengembangan destinasi wisata ini terhambat akibat terbatasnya kewenangan kota.
“Malahing sudah diakui secara nasional, namun pengembangan lebih lanjut terhambat karena pembagian kewenangan yang baru,” sebutnya.
Pulau Beras Basah, destinasi favorit dengan keindahan pasir putih dan terumbu karang, juga mengalami kesulitan serupa. Pemkot Bontang telah berupaya melestarikan terumbu karang di sekitar pulau ini, namun karena keterbatasan kewenangan, pengembangan wisata di Pulau Beras Basah belum bisa dilakukan secara optimal.
Rustam berharap pemerintah pusat dapat mengevaluasi kembali kebijakan ini demi mengoptimalkan potensi wisata bahari di daerah. “Kami membutuhkan dukungan pemerintah pusat agar wisata laut di Bontang dapat dikelola dengan baik, demi kesejahteraan masyarakat lokal,” tandasnya.
Penulis : Aji