KAREBAKALTIM.com, Bontang — Politisi Golkar, Andi Sofyan Hasdam, punya segudang pandangan yang cukup layak diperbincangkan. Andi Faiz, sapaan akrabnya, saat ini menduduki puncak kekuasaan di DPRD Kota Bontang. Karir politiknya cukup baru. Sekarang periode keduanya menjabati Ketua Wakil Rakyat Bontang.
Dalam beberapa kesempatan, pandangan politiknya mencengangkan. Dia menilai politik dan kesejahteraan sosial sangat erat kaitannya.
Tidak berguna politik, tanpa kebijakan yang memanusiakan. Artinya, politik sebagai arena kekuasaan dan pengambilan keputusan, memiliki peran substansial (inti) dalam menentukan kebijakan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Sebaliknya, kata Andi Faiz, kesejahteraan sosial yang terwujud dalam pemenuhan kebutuhan dasar, rasa aman, dan partisipasi aktif warga negara, juga mempengaruhi stabilitas dan legitimasi suatu sistem politik.
“Sangat erat kaitannya. Politik membentuk kebijakan yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berdampak langsung ke stabilitas politi,” ucap Andi Faiz belum lama ini.
Seruan relasi (hubungan) kuat antara politik dan kesejahteraan rakyat ini, juga kerap Andi Faiz lontarkan dalam diskusi-diskusi publik. Baik dalam sosialisasi, bincang santai, atau pun saat ditemui para awak media.
Tak kalah penting adalah politik yang inklusif. Terbuka. Tidak konfrontatif. Tidak mementingkan diri sendiri atau ideologinya sendiri. Situasi tersebut menurut Andi Faiz memungkinkan implementasi kebijakan dapat efektif mengurangi angka kemiskinan.
Tidak saja soal itu, masalah pendidikan, kesehatan, pengangguran, juga dapat dituntaskan sepenuhnya. Sebab dengan sikap inklusif, masyarakat percaya diri menyampaikan pendapatnya. Bahwa mereka tidak akan “dikacangi” oleh pemegang kebijakan.
Atau, paling tidak, mereka tidak dianggap sebagai warga-warga yang konfrontatif (ingin menggulingkan kekuasaan).
“Kalau ini dapat dilakukan, stabilitas politik akan hadir. Dan bisa mengurangi ketidakpastian serta ketidakpuasan sosial,” ucapnya. “Nah ini juga meningkatkan partisipasi publik dalam berpolitik,” sambung dia.
Satu kata “inklusif”, sebenarnya sudah menjadi dasar dalam demokrasi. Sebab tanpa demokrasi, keterbukaan pemikiran, perbedaan pendapat dan kritikan masyarakat, tidak akan didengarkan.
“Maka penting mewujudkan nilai-nilai yang inklusif itu,” tukas Andi Faiz.
Kata Andi Faiz, politik juga sudah pasti menjadi wadah merumuskan kebijakan. Politik menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat. Entah di sektor pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, perlindungan sosial, dan tak kalah penting adalah kehidupan yang layak.
“Termasuk melalui proses politik kita bisa mengalokasikan sumber daya. Baik dari sisi anggaran dan sebagainya. Tentu saja untuk program yang menyentuh kebutuhan warga,” paparnya.
Diulangnya lagi, bahwa semua itu dapat menjadi legitimasi dan stabilitas sosial serta pemerintahan. Pada prinsipnya, harus berpihak. Sikap tersebut saling menguntungkan kedua belah pihak: pemerintah dan rakyat.
“Intinya harus berpihak. Agar masyarakat merasa terwakili. Pemerintah dan DPRD juga semakin semangat dengan dukungan warga,” katanya.
Artinya, kata Andi Faiz, kebijakan yang baik secara tidak langsung menjadikan politik semakin digandrungi. Entah dari sisi keterlibatan langsung figur politis ke dalam perhelatan Kepala Daerah atau Wakil Rakyat.
Belum lagi meleknya literasi politik dapat terwujud jika kebijakan politik itu berperikemanusiaan. Tentu saja ini mendorong proses politik menjadi lancar. Orang-orang akan mengawasi kebijakan pemerintah. Kemudian berani menyampaikan aspirasi mereka.
“Dan ini kan bukti keterlibatan langsung masyarakat di dalam Pemilu atau pemilihan lainnya,” ucap Andi Faiz.
Meskipun redaksi belum pernah mendengar: apakah Andi Faiz membaca karya-karya politik klasik seperti pemikiran Plato dan atau pun Aristoteles, namun Andi Faiz sepertinya memiliki irisan pemikiran mereka.
Kuncinya: transformasi sosial. Andi Faiz tidak saja meyakini stabilitas masyarakat sebagai pendukung politik berkeadilan, tetapi, bahkan melahirkan transformasi sosial.
Transformasi sosial maksudnya adalah perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Tidak hanya stabil. Tetapi semakin sempurna.
“Jadi ada modal sosial. Modal sosial ini lah yang melahirkan kepercayaan. Termasuk norma-norma sosial. Pada gilirannya bertransformasi,” papar Andi Faiz. “Transformasinya pasti ke arah yang lebih baik, karena modal stabilitas sosial itu,” sambung dia.
Jadi, menurut Andi Faiz, ada kekuatan solid dari masyarakat dan pemerintah. Dengan itu lah, kota disebut kota. Berperadaban (civilization). Diisi oleh orang-orang yang ber-adab.
“Berarti konflik sosial menjadi minim. Dan konsekuensinya pembangunan lebih mantap. Berkelanjutan,” tandasnya.
Andi Faiz menegaskan, kebijakan buruk akan berdampak tidak langsung terhadap pemerintahan. Sebab kembali lagi, kebijakan buruk melahirkan ketidakstabilan sosial. Ketidakpercayaan, dan konfrontasi.
“Ya itu kan intinya. Kebijakan buruk jelas menghambat peningkatan kesejahteraan, sementara kesejahteraan sosial yang rendah melahirkan ketidakstabilan politik,” terangnya.
Lebih jauh, Andi Faiz memikirkan bahwa apabila kebijakan sudah baik, yang pada gilirannya melahirkan stabilitas dan transformasi sosial, maka tetap saja harus ada pengawasan.
Sebab manusia punya pikiran-pikiran yang sulit terhalangi. Bisa jadi melahirkan gerakan-gerakan baru yang justru menabrak keadilan dan membongkar stabilitas sosial yang sudah diupayakan. Artinya, transformasi sosial harus dibarengi dengan keseimbangan: keseimbangan antara kepentingan politik dan kesejahteraan sosial.
“Jadi tidak bisa kalau hanya berfokus kepentingan politik,” tegasnya. “Contoh nyatanya di Skandinavia. Karena demokrasinya kuat, sekalipun kepentingan politik itu ada, tapi kebijakannya memanusiakan. Itu fakta,” sambung Andi Faiz.
Sebaliknya, negara-negara dengan tingkat ketimpangan sosial yang tinggi, dan kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan, cenderung berhadap-hadapan dengan tantangan politik seperti konflik berkepanjangan.
“Intinya ini seperti mata uang. Tidak bisa dipisahkan. Saling mempengaruhi. Maka harus kita kelola. Mulai dari pikiran tentunya,” pesan Andi Faiz. (Adv)