KAREBAKALTIM.com, Bontang — DPRD Kota Bontang menggelar rapat paripurna bersama Pemkot Bontang di Pendopo Wali Kota Bontang, Senin 23 Juni 2025, malam, dihadiri oleh sejumlah OPD, camat dan kelurahan.
Dalam kesempatan itu Fraksi PKB DPRD Kota Bontang menyampaikan ihwal temuan badan pemeriksa keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemkot Bontang Tahun Anggaran 2024.
Laporan keuangan BPK RI itu diketahui datang melalui surat BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) dengan Nomor 108/S/XIX.SMD/05/2025. Adapun pandangan Fraksi yaitu sebagai berikut.
Pengelolaan pajak hotel dan pajak air tanah. Fraksi PLB menyatakan bahwa temuan BPK menunjukkan pola pemungutan 2 jenis pajak belum berjalan maksimal. Khususnya pajak air tanah.
“Sampai kini belum ada kepastian hukum yang mengatur secara jelas formula dan dasar perhitungannya. Terutama dalam konteks penggunaan oleh industri migas. Ketidakjelasan ini sangat berisiko pada terjadinya kebocoran penerimaan daerah,” demikian pemaparan Fraksi PKB.
Artinya, ada potensi besar kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai dampak dari lemahnya aturan dan pengawasan di sektor strategis. Fraksi PKB lebih jauh menilai bentuk tata kelola perpajakan daerah jadi kebutuhan mendesak.
“Baik itu dari sisi regulasi, kelembagaan, maupun sistem pelaporan berbasis digital,” tandas Fraksi PKB.
Kemudian, temuan ihwal kelebihan pembayaran honorarium kepada penanggung jawab pengelola keuangan. Honorarium yang diberikan dalam jumlah melebihi ketentuan memperlihatkan kelonggaran prosedural dan lemahnya kontrol administrasi dalam lingkup internal pemerintah daerah.
Ini tidak hanya soal uang yang kelebihan dibayarkan, tetapi mencerminkan kegagalan dalam memastikan anggaran belanja pegawai dijalankan sesuai asas kepatutan dan peraturan yang berlaku.
“Untuk itu Fraksi PKB menegaskan pentingnya koreksi internal dan pengembalian kelebihan bayar ke kas daerah sebagai bentuk tanggung jawab,” tandas Fraksi.
Lebih jauh Fraksi juga menyampaikan temuan BPK mengenai kurangnya volume di beberapa proyek fisik. Utamanya di sektor irigasi, dan jalan.
Pun volume pekerjaan tak sesuai yang ditetapkan dalam kontrak, namun demikian pembayaran ke penyedia jasa tetap dilakukan secara penuh. Ini tak bisa dianggap gampang, sebab ini adalah indikasi terjadinya inefisiensi anggaran.
“Bahkan berpotensi merugikan keuangan negara. Fraksi PKB menilai lemahnya pengawasan teknis-baik dari pihak konsultan perencana maupun pengawas lapangan menjadi titik rawan yang harus segera dibenahi,” ujarnya.
“Untuk itu pemerintah perlu meninjau Kembali mekanisme evaluasi dan sanksi terhadap rekanan yang tidak memenuhi standar pelaksanaan,” tambah Fraksi.
Kemudian penatausahaan barang bantuan bagi masyarakat yang tidak tercatat dan tidak ditatausahakan secara tertib. Barang-barang hasil pengadaan dari anggaran belanja jasa yang seharusnya dicatat terlebih dahulu sebagai aset daerah, malah disalurkan tanpa prosedur administrasi yang terperinci.
Untuk itu Fraksi PKB mengingatkan praktik semacam itu kemungkinan melahirkan kesalahan administrasi dan hilangnya perhitungan dalam distribusi bantuan. Bahkan, tidak tercatatnya barang sebagai aset, selain berisiko secara hukum, juga kemungkinan menyulitkan proses audit dan pengawasan publik.
“Berdasarkan hal tersebut, Fraksi PKB menyatakan menerima dan menyetujui Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah,” jelas Fraksi.
“Dengan catatan perbaikan serius atas berbagai kelemahan yang ditemukan, serta dorongan untuk meningkatkan efektivitas belanja dan keadilan alokasi anggaran ke depan,” demikian penyampaian Fraksi PKB. (Adv)




